Alkisah,
Suasana yang hening malam itu berubah menjadi rintihan dan isak tangis warga desa talun. Hujan pun tak mampu padamkan api yang berkobar disetiap gubuk tempat tinggal penduduk desa tersebut. Hiruk pikuk, mereka berlarian tak tentu arah, jeritan-jeritan yang memilukan berkumandang dari setiap penjuru desa itu. Diringi dengan derap langkah kaki kuda yang diperkirakan berjumlah ratusan...
"Bakar ! "
"Bakar ! "
"Bunuh ! "
Teriak seorang penunggang kuda, sembari tangannya mencengkram rambut perempuan belia warga desa tersebut. Wajahnya dipenuhi cacah mengisyaratkan bahwa lelaki ini adalah pentolan dari gerombolan penjahat yang memporakporandakan desa tersebut. Desa itu benar-benar kacau, tubuh-tubuh tak bernyawa kebanyakan lelaki bergelimpangan ditanah. Tak salah lagi, desa itu telah diserang gerombolan penjahat. Hingga semua warga dikumpulkan disebuah balai desa, tak ada seorang pun yang berani menghentikan tindakan dan prilaku mereka, merampas harta, membunuh, memperkosa dan membakar gubuk-gubuk warga. Semua warga gentar dan tertunduk meminta ampun karena warga mengenal pasti siapa yang telah menyerang desa mereka. mereka menamakan diri sebagai Antek Raburi, dimana nama raburi sendiri diambil dari nama salah seorang pentolan kelompok ini. Sepak terjang mereka memang sudah terkenal disaentero dunia persilatan. Sadis dan kejam tanpa belas kasih itu adalah motto mereka. Tak segan-segan dan tanpa berprikemanusiaan kelompok ini menjarah desa-desa, membunuh siapa saja, termasuk anak kecil sekalipun.
"Hahahaha"
"Bongo !" raburi memanggil seorang anak buahnya
"Bunuh semua lelaki yang ada desa ini, ambil hartanya dan bakar gubuk-gubuk mereka"
"amm...ammmpun, Tuan..Jaaa..jangaann bunuh kami" ucap seorang lelaki tua desa tersebut.
Seolah sudah dimengerti Bongo pun mengangguk dan memulai aksinya. Bongo pun mulai menghantamkan goloknya tepat dileher lelaki tua yang sedari tadi mengeluh kesakitan akibat tubuhnya digebukin gerombolan antek raburi. Disaat sabetan golok tinggal seperempat peminuman lagi sampai dileher warga tersebut tiba-tiba...
"srreett" Seperti suara sebatang bambu yang dikibaskan ke udara.
Leher Bongo memercikkan darah, kepala Bongo lepas bergulingan jatuh ketanah. Berbarengan dengan ambruknya tubuh Bongo, lelaki tua tersebut terperanjat menahan nafas menyaksikan kejadian yang menyeramkan tepat didepan matanya. Raburi pun tak kalah kagetnya sehingga tangan yang mencengkram rambut seorang perempuan tadi terlepas.
"Bongoooo,,," gumam raburi.
Masih dalam keadaan bingung, rasa cemas mulai menghantui raburi tatkala melihat satu persatu anak buahnya ambruk, berjatuhan, tewas dengan luka-luka yang mengerikan. Seperti halnya Bongo. Sebagian anak buah raburi yang masih tersisa berhamburan, mereka gemetar sebab kejadian seperti ini belum pernah terjadi disetiap aksi mereka.
"Ada apa gerangan,,".
"Aku tidak melihat siapa yang membantai anak buahku, mengapa bisa terjadi seperti ini ?" bisik raburi dalam hati.
"Apa yang terjadi?, Aku harus bertindak agar anak buah ku yang lain tidak menganggap aku sebgai pengecut.
"Bangsat !!!"
"jika kau memang ingin beradu ilmu denganku, Tunjukkan wujudmu !" Teriak raburi.
Rintik hujan kini mulai mengecil, suara gemuruh tak terdengar lagi. Hanya terdengar teriakan raburi membumbung ke angkasa, suara yang parau tersebut seolah penanda semangat bagi anak buah raburi. Berkali-kali raburi berteriak mengutuk dan memaki, Namun yang ditunggu belum jua kelihatan. Warga desa yang sedari tercengang menyaksikan kejadian itu kini mulai bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi, mereka berbisik-bisik satu sama lain. Baik warga maupun komplotan raburi rasa penasaran jelas terlihat dari gelagat mereka yang menoleh kesana kemari.
Untuk yang kesekian kalinya raburi kembali berteriak menantang siapa yang membunuh anak buahnya tersebut. Kali ini Raburi turun dari kudanya. Golok bergagang tengkorak pun di acungkannya keatas udara, pertanda raburi siap menghadapi beradu ilmu dengan siapapun. Diketahui bahwa raburi juga berilmu tinggi, kelihaiannya mengolah pedang diakui didunia persilatan.
Lalu..
Tak jauh diseberang sana telah berdiri sesosok mahluk hitam. Semua mata melotot kearah mahluk tersebut, mereka bergidik melihat sosok tersebut, bahkan seorang raburi terperanjat berundur dua langkah kebelakang.
"Manusia atau mahluk halus" pikir raburi.
Raut wajah yang ketakutan segera ditutupi dengan hardikan keras
"Bangsat !"
"Siapa engkau ?" bentak raburi.
Tidak ada yang tahu siapa sosok tersebut tetapi melihat dari bentuk fisiknya jelas sekali sosok tersebut seorang manusia. Jubah dan caping hitam, seutas kain hijau menyerupai selendang bergelayut menutupi sebagian wajah sosok tersebut. Tangan kirinya menggenggam sebuah pedang pendek. Jika dibandingkan dengan golok raburi, pedang tersebut jauh lebih kecil. Kira-kira panjangnya satu atau dua hasta dengan gagang berbalut secarik kain hijau. Ciri ini terlihat ketika sesekali kilat membumbung diangkasa. Cahaya yang menyilaukan tersebut menambah kesan angker pada sosok berjubah hitam tersebut.
"Bedebah !"
"Aku bertanya terakhir kali, Siapa engkau ?" tanya raburi kesal.
"Bermula dari awal, berakhir dipenghabisan, jiwa terasing mengharap iba, sungguh raga akan lekang ditelan waktu...Pulanglah " jawab sosok tersebut.
Mendengar syair begitu tenang dan lembut, raburi merasa dilecehkan. Raburi pun berang.
"Jalak ! " teriak raburi memanggil salah seorang anak buahnya
"Bunuh orang itu ! " perintah raburi
Si jalak yang sedikit ragu tetapi mau tak mau menghimpun kekuatan. Segerombolan anak buah raburi yang tersisa mulai beraksi. Dengan golok terhunus mereka berlari menyerang kearah sosok berjubah tersebut.
Namun belum sampai sepeminuman,,,
"wuuuutttt"
selarik angin mengepul menghantam tubuh jalak dan kawan-kawan.
Tak khayal tubuh jalak dan kawanannya terpental sejauh enam belas langkah. Ada angin yang menerpa tubuh mereka tetapi mereka tak jera menyerang sosok tersebut.
"hiaaatttt "
Mereka membebatkan goloknya membabi buta, menyerang dengan beringas. Sosok berjubah tak bergeming sedikitpun. Keadaan ini menguntungkan sekali bagi kawanan penjahat tersebut, maka dengan mudah goloknya akan menancap ditubuh sosok berjubah yang masih tak bergerak sedikitpun padahal serangan itu dapat membahayakan keselamatannya. Melihat anak buahnya Raburi tertawa senang karena dengan begitu kemenangan akan berada ditangannya. Namun apa yang terjadi, Si jalak yang memimpin penyerangan tersebut tersungkur jatuh ketanah. Raburi tercengang. Puluhan penjahat itu rubuh satu persatu dengan luka sayatan pedang. Entah bagaimana kejadiaan, begitu cepat, Agaknya sosok berjubah adalah orang yang berilmu tinggi. Sebab dari gerakannya menghantam begitu cepat. Tak berangsur lama, semua penjahat tewas terkapar ditanah talun.
Tak mau kalah, Raburi memerintahkan anak buahnya yang tersisa bersamanya untuk menyerang sosok berjubah tersebut. Namun anak buah raburi justru berhamburan melarikan diri.
"Dasar pengecut !" gumam raburi
Raburi bersiap menyerang, dia membuat gerakan yang aneh dengan kuda-kuda mengangkang. Lalu secarik sinar kebiruan keluar dari golok tengkoraknya.
"Ciiaaaatttttt..."
Dia menghantamkan goloknya ke arah sosok berjubah.
*Buummmm*
Suara dahsyat terdengar ketika secarik sinar kebiruan menghantam tanah tempat berpijak sosok berjubah. Tanah disekitar bertaburan, asap putih mengepul, terlihat bekas gosong di areal tanah tersbut. Sungguh suatu ilmu kesaktian yang dahsyat sekali. Warga menduga-duga agaknya inilah akhir dari sosok berjubah yang telah membantu mereka meredam kebrutalan kawanan Antek Raburi.
BERSAMBUNG...